Ilustrasi
KOMPAS.com - Banyak
orang sungguh tak percaya. Bahkan, tim reserse Kepolisian Sektor Cinere,
Kota Depok, pun terperanjat. Amn, bocah yang baru berusia 13 tahun yang
duduk di Sekolah Dasar Negeri Cinere 1, tega menusuk bertubi-tubi SM
(12), teman sekelasnya sendiri, hanya gara-gara telepon seluler.
Pada
Jumat (17/2/2012) pagi, warga menemukan SM dalam got bersimbah darah
dengan luka tusuk di delapan titik. Dari hasil pemeriksaan diketahui,
Amn ternyata juga telah merencanakan perbuatan sadisnya itu.
Kejadian
ini berawal Rabu. Amn bersama temannya, Gb (12) dan Kf (12), mencuri
telepon seluler milik SM yang disimpan di rumahnya di RT 04 RW 01
Kelurahan Cinere, Kecamatan Cinere, Kota Depok. Amn memanfaatkan kondisi
fisik kedua orangtua SM yang tunanetra.
Amn kemudian menjual
telepon itu di kawasan Meruyung, Limo. Uang hasil penjualan Rp 110.000
itu dibagi-bagi. Amn mendapat Rp 50.000, Gb Rp 50.000, dan Kf Rp 10.000.
Kf
menilai pembagian itu tidak adil dan mengadukan pencurian tersebut
kepada SM. Saat SM meminta Amn agar mengembalikan telepon selulernya,
Amn menolak. Pada Jumat, pukul 06.30, saat berangkat sekolah, Amn
menjemput SM. Saat keduanya di Jalan Puri Pesanggrahan I dan suasana
sepi, Amn menikam SM berkali-kali.
Mengapa Amn sampai sesadis
itu, padahal usianya masih dini? ”Dia dalam kondisi tertekan. Dia tidak
tahu harus melakukan apa. Lalu, menikam temannya sendiri,” kata
pemerhati anak, Seto Mulyadi, kepada
Kompas.
Seto
berpendapat, anak remaja seusia Amn seharusnya membutuhkan ruang gerak
dan penyaluran persoalan dirinya. Sementara itu, satu tahun terakhir
ini, Amn tinggal bersama kakaknya, Faisal, di rumah petak berukuran 4
meter x 8 meter di Jalan Raya Cinere Gang Buntu RT 4 RW 1 Kelurahan
Cinere. Sejak pagi hingga petang, Amn ditinggal di rumah itu bersama
keponakannya, Dila (7), karena Faisal dan istrinya, Yanti, sama-sama
bekerja.
Gang Buntu, tempat Amn tinggal, membentang sepanjang
sekitar 100 meter. Rumah petak tempat Amn tinggal terletak di pojok
rentetan rumah. Tidak ada satu pun rumah petak yang memiliki halaman
tempat bermain. Lorong di gang tersebut hanya dapat dilalui sepeda motor
ataupun pejalan kaki.
Sebagian warga memang mengenal Amn sebagai
anak nakal yang sering mencuri, membuat gara-gara ke teman lain, dan
membentuk geng di sekolah. ”Dia memang nakal, sering mencuri, dan rese,”
tutur Ahmad Aldi, teman Amn.
Sebaliknya, sebagian tetangga lagi
malah mengira Amn sebagai anak baik. Dia rajin ke sekolah dan mengaji.
Bahkan, SM yang menjadi korban penikaman juga teman satu kelas di
sekolah, sekaligus teman mengaji.
”Saya tidak sangka, dia anak rajin. Sering menyapa saya kalau lewat depan rumah,” kata Halimah (34), tetangga Amn.
Nurhasan
(56), paman korban, pun sama sekali tidak menyangka Amn bakal menikam
SM. Dia juga heran, Amn begitu jahat mencuri telepon seluler milik SM.
Benar
apa yang dikatakan Koordinator Psikologi Terapan Intervensi Sosial,
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia (UI), Erita Nurhetali. Dia
menilai kasus ini adalah potret gagalnya sebuah lingkungan mengajari
anak.
Kasus ini memberi pelajaran berarti bagi semua warga
metropolitan yang super sibuk dan akhirnya melupakan perhatian kepada
buah hati mereka yang sesungguhnya justru sangat diperlukan di usia
anak.
(Andy Riza Hidayat)